Senin, 14 November 2011

NLP: Menyelaraskan Pola Pikir dengan Budaya Sekolah



            NLP adalah singkatan dari Neuro Linguistic Programing. Kata “neuro” merujuk pada system saraf kita, jalur mental bagi pancaindra agar  bisa mendengar, melihat, mengecap, membaui dan merasa. Kata “linguistic” merujuk pada kemampuan menggunakan bahasa dan bagaimana kata-kata atau frase spesifik yang mencerminkan jagad mental manusia, dapat berupa bahasa verbal dan bahasa non verbal seperti sikap tubuh, isyarat, gaya hidup yang mencerminkan gaya pikiran, keyakinan dan cara pandang. Sedangkan “programming” dipinjam dari ilmu computer untuk mensinyalkan bahwa pikiran, perasaan dan tindakan manusia adalah program-program kebiasaan yang bisa diubah dengan meng-upgrade- perangkat lunak –mental manusia. Dengan demikian, NLP bisa mengubah pikiran, perasaan dan perilaku lalu menambahkan pikiran, perasaan dan perilaku baru yang lebih produktif dan lebih sistematis dari biasanya dalam rangka meningkatkan kualitas hidup.
            Dengan NLP, kita bisa lebih banyak menghadirkan perilaku positif dan succesfull  dalam kehidupan melalui tiga konsep sederhana, yaitu : Pertama, buatlah apa yang ingin dilakukan dan dipikirkan dengan bahasa dan pernyataan yang positif. Kedua, tingkatkan kejelasan mental atas apa yang diinginkan dalam upaya meningkatkan daya tariknya kepada kita. Ketiga, asosiasikan sikap-sikap succesfull ini dan tanamkan secara mental ke dalam otak kita sehingga semua itu menjadi sangat natural bagi diri kita. Contohnya, jika orangtua atau guru membuat aturan kepada anak dengan segala bentuk kelakuan yang tidak boleh dilakukan, tanpa sadar hal itu telah membawa perhatian kepada sesuatu yang tidak ingin dilakukan oleh yang membuat aturan, artinya semakin menarik perhatian anak untuk mengetahui mengapa hal itu tidak boleh dilakukan, dengan demikian anak justru malah semakin ingin mencoba untuk melakukan tindakan yang dilarang. Seperti larangan untuk “Jangan ribut di kelas”, hal itu mengundang perhatian anak untuk membuat keributan, tapi jika digunakan kata “Diam itu adalah emas” akan mengundang reaksi anak untuk melakukan “tindakan diam” karena ingin dihargai seperti emas
            Dengan banyak menghadirkan perilaku yang positif, maka diharapkan ada perubahan yang signifikan dalam meningkatnya produktifitas dalam kehidupan baik dalam lingkungan pribadi maupun lingkungan social. Di lingkungan sekolah , perilaku yang positif diharapkan dapat meningkatkan produktifitas kerja bagi para guru dan meningkatkan sikap mental positif bagi peserta didik. Dalam hal ini, tidak ada tidak ada lagi bentuk larangan atau kata-kata yang mengandung sifat negative, tetapi segala sesuatunya dibentuk dengan kata-kata yang mengandung support atau dorongan yang menambah semangat kerja dan meningkatkan prestasi dalam belajar.
            Berkaitan dengan budaya sekolah, NLP diharapkan dapat memberi manfaat   bagi individu (pribadi) dan kelompok adalah :  (1) meningkatkan kepuasan kerja; (2) pergaulan lebih akrab; (3) disiplin meningkat; (4) pengawasan fungsional bisa lebih ringan; (5) muncul keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif; (6) belajar dan berprestasi terus serta (7) selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang lain dan diri sendiri. Selain itu NLP sangat menunjang kepada Budaya Sekolah dengan berpegang teguh pada asas-asas budaya sekolah yang meliputi :
1.     1. Kerjasama tim (team work). Pada dasarnya sebuah komunitas sekolah merupakan sebuah tim/kumpulan individu yang bekerja sama untuk mencapai tujuan. Untuk itu, nilai kerja sama merupakan suatu keharusan dan kerjasama merupakan aktivitas yang bertujuan untuk membangun kekuatan-kekuatan atau sumber daya yang dimilki oleh personil sekolah.
  1. Kemampuan. Menunjuk pada kemampuan untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawab pada tingkat kelas atau sekolah. Dalam lingkungan pembelajaran, kemampuan profesional guru bukan hanya ditunjukkan dalam bidang akademik tetapi juga dalam bersikap dan bertindak yang mencerminkan pribadi pendidik.
  2. Keinginan. Keinginan di sini merujuk pada kemauan atau kerelaan untuk melakukan tugas dan tanggung jawab untuk memberikan kepuasan terhadap siswa dan masyarakat. Semua nilai di atas tidak berarti apa-apa jika tidak diiringi dengan keinginan. Keinginan juga harus diarahkan pada usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan kompetensi diri dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai budaya yang muncul dalam diri pribadi baik sebagai kepala sekolah, guru, dan staf dalam memberikan pelayanan kepada siswa dan masyarakat.
  3. Kegembiraan (happiness). Nilai kegembiraan ini harus dimiliki oleh seluruh personil sekolah dengan harapan kegembiraan yang kita miliki akan berimplikasi pada lingkungan dan iklim sekolah yang ramah dan menumbuhkan perasaan puas, nyaman, bahagia dan bangga sebagai bagian dari personil sekolah. Jika perlu dibuat wilayah-wilayah yang dapat membuat suasana dan memberi nuansa yang indah, nyaman, asri dan menyenangkan, seperti taman sekolah ditata dengan baik dan dibuat wilayah bebas masalah atau wilayah harus senyum dan sebagainya.
  4. Hormat (respect). Rasa hormat merupakan nilai yang memperlihatkan penghargaan kepada siapa saja baik dalam lingkungan sekolah maupun dengan stakeholders pendidikan lainnya. Keluhan-keluhan yang terjadi karena perasaan tidak dihargai atau tidak diperlakukan dengan wajar akan menjadikan sekolah kurang dipercaya. Sikap respek dapat diungkapkan dengan cara memberi senyuman dan sapaan kepada siapa saja yang kita temui, bisa juga dengan memberikan hadiah yang menarik sebagai ungkapan rasa hormat dan penghargaan kita atas hasil kerja yang dilakukan dengan baik. Atau mengundang secara khusus dan menyampaikan selamat atas prestasi yang diperoleh dan sebagaianya.
  5. Jujur (honesty). Nilai kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam lingkungan sekolah, baik kejujuran pada diri sendiri maupun kejujuran kepada orang lain. Nilai kejujuran tidak terbatas pada kebenaran dalam melakukan pekerjaan atau tugas tetapi mencakup cara terbaik dalam membentuk pribadi yang obyektif. Tanpa kejujuran, kepercayaan tidak akan diperoleh. Oleh karena itu budaya jujur dalam setiap situasi dimanapun kita berada harus senantiasa dipertahankan. Jujur dalam memberikan penilaian, jujur dalam mengelola keuangan, jujur dalam penggunaan waktu serta konsisten pada tugas dan tanggung jawab merupakan pribadi yang kuat dalam menciptakan budaya sekolah yang baik.
  6. Disiplin (discipline). Disiplin merupakan suatu bentuk ketaatan pada peraturan dan sanksi yang berlaku dalam lingkungan sekolah. Disiplin yang dimaksudkan dalam asas ini adalah sikap dan perilaku disiplin yang muncul karena kesadaran dan kerelaan kita untuk hidup teratur dan rapi serta mampu menempatkan sesuatu sesuai pada kondisi yang seharusnya. Jadi disiplin disini bukanlah sesuatu yang harus dan tidak harus dilakukan karena peraturan yang menuntut kita untuk taat pada aturan yang ada. Aturan atau tata tertib yang dipajang dimana-mana bahkan merupakan atribut, tidak akan menjamin untuk dipatuhi apabila tidak didukung dengan suasana atau iklim lingkungan sekolah yang disiplin. Disiplin tidak hanya berlaku pada orang tertentu saja di sekolah tetapi untuk semua personil sekolah tidak kecuali kepala sekolah, guru dan staf.
  7. Empati (empathy). Empati adalah kemampuan menempatkan diri atau dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain namun tidak ikut larut dalam perasaan itu. Sikap ini perlu dimiliki oleh seluruh personil sekolah agar dalam berinteraksi dengan siapa saja dan dimana saja mereka dapat memahami penyebab dari masalah yang mungkin dihadapai oleh orang lain dan mampu menempatkan diri sesuai dengan harapan orang tersebut. Dengan sifat empati warga sekolah dapat menumbuhkan budaya sekolah yang lebih baik karena dilandasi oleh perasaan yang saling memahami.
  8. Pengetahuan dan Kesopanan. Pengetahuan dan kesopanan para personil sekolah yang disertai dengan kemampuan untuk memperoleh kepercayaan dari siapa saja akan memberikan kesan yang meyakinkan bagi orang lain. Dimensi ini menuntut para guru, staf dan kepala sekolah tarmpil, profesional dan terlatih dalam memainkan perannya memenuhi tuntutan dan kebutuhan siswa, orang tua dan masyarakat.
Refleksi : Dengan NLP diharapkan dapat  meningkatkan produktifitas dan kualitas Budaya Sekolah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar