Minggu, 27 November 2011

MENANAMKAN KECERDASAN MORAL PADA ANAK



            Terkesan pada suatu saat seorang anak kecil berusia 2,5 tahun mengkritik perilaku ayahnya . Pada saat itu ayahnya pulang dari kantor, seperti biasa beliau memasukkan motor ke dalam rumah, ibunya segera meletakkan alas motor dibawah tempat menyimpan motor. Setelah selesai menyimpan motor sang ayah  berlalu begitu saja, anak kecil itu langsung bilang,” Ayah e….. bilang terimakasih sama ibu, ayah lupa ya !”. Sang ayah tersenyum lalu bilang, “maaf ayah lupa, terimakasih ya bu !”.
            Peristiwa kecil ini memberi kesan bahwa sang anak sangat kritis dalam melihat suatu kesalahan moral yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya, dan hal ini sudah sangat jarang terjadi dilingkungan sekitar kita. Jangankan mengkritisi orang lain bahkan dalam perilaku sehari-hari pun anak-anak sekarang sudah tidak pernah mengindahkan etika , akhlak dan moral. Anak-anak sekarang seolah tidak mengenal ucapan salam jika bertemu dengan teman, tidak mengucapkan permisi jika lewat didepan oranglain bahkan mengucapkan terima kasih setelah mendapatkan sesuatu. Perilaku-perilaku diatas adalah salah satu gejala merosotnya nilai-nilai moral pada kehidupan anak-anak kita.
            Merosotnya nilai-nilai moral ini dapat  disebabkan oleh beberapa factor diantaranya  pengaruh media ditengah gencarnya arus globalisasi yang melanda dunia anak-anak kita. Maka sudah saatnya kita sebagai orangtua dan guru membentengi anak-anak agar tidak terjerumus kepada lingkaran budaya yang yang menyesatkan. Tekad ini harus diformat sedemikian rupa agar anak-anak tidak merasa terlalu dikekang kreatifitasnya. Selain itu agar tujuan yang diharapkan benar-benar tercapai secara maksimal.
            Hal terpenting dalam menanamkan nilai moral pada anak adalah keteladanan. Robert Coles (2000:5) mengatakan bahwa dengan keteladan ini anak melihat dan mencari isyarat bagaimana orang harus berperilaku, menemukan banyak sekali isyarat sewaktu para orangtua memperlihatkan  dalam tindakan pengandaian, hasrat dan nilai dasariah. Dengan melihat perilaku oranglain anak dapat belajar  dan dari belajar ini diharapkan adanya perubahan tingkah laku yang terjadi pada individu, pola fikir dan sikap. Selain keteladan untuk menanamkan nilai-nilai moral pada anak adalah  melalui pembiasaan.  Dalam pembentukan sikap  melalui pembiasaan Skinner menekankan pada proses peneguhan respons anak. Setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan anak akan berusaha meningkatkan sikap positifnya.
            Pembelajaran moral  tidak sama dengan pengembangan kognitif rasional.  Pembelajaran moral menurut Paul adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian bertujuan agar anak menjadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Kebutuhan yang fundamental pada manusia adalah bergaul secara harmonis dengan orang lain, saling memberi dan menerima dengan penuh cinta dan kasih sayang. Dengan demikian pembelajaran moral pada dasarnya adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan untuk bisa hidup bersama secara harmonis, peduli dan merasakan apa yang dirasakan orang lain (tepo seliro).
            Dalam memberikan nilai-nilai moral pada anak hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat yang berulang-ulang, memaksa anak untuk mengikuti perintah atau memberi respons tertentu, hindari respon yang dapat menyebabkan anak terpojok dalam situasi tertentu.  Tetapi tanamkan kesadaran anak pada nilai tertentu, biarkan anak memilih sesuai dengan kata hatinya, tanamkan rasa bangga pada nilai yang dipilihnya dengan pemberian penghargaan (reward), kemudian berikan penguatan (reinforcement) agar anak teguh menanamkan nilai-nilai itu pada dirinya.
            Agar anak memiliki sikap kritis pada lingkungan disekitarnya anak dapat dilatih dengan dihadapkan pada suatu konflik yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Lalu biarkan anak menganalisis situasi yang dihadapinya dengan mengajaknya berdialog, meminta tanggapan perasaannya terhadap konflik yang dihadapi dan doronglah anak agar dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan sikap tertentu berdasarkan nilai yang dimilikinya.
             Mudah-mudahan  setiap orangtua dan guru dapat memberikan pembelajaran moral pada anak-anaknya secara konsisten sehingga dapat mengatasi problematika kemerosotan moral yang dialami saat ini. Jika setiap anak memiliki nilai moral yang kuat dan memiliki kecerdasan moral yang dapat mengkritisi keadaan maka diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia dimasa kini dan masa yang akan datang.